Cara Mengendalikan Ulat Api Pada Tanaman Sawit
Cara
Mengendalikan Ulat Api Pada Tanaman Sawit – Pengaruh
kondisi iklim yang tidak menentu, mengakibatkan intensitas serangan hama ulat api terjadi peningkatan.
Serangan ulat api dapat menimbulkan kerugian yang cukup besar bagi perkebunan
kelapa sawit.
Jenis-jenis
ulat api yang paling banyak ditemukan pada tanaman kepa sawit adalah Setothosea asigna, Setora nitens
dan Darna trima. Setiap
jenis ulat api memiliki masa siklus hidup, soklus hidup nya yaitu:
1.
Setora nitens memiliki siklus hidup yang lebih pendek dari
2.
S. asigna yaitu 42 hari
3.
Darna trima, mempunyai siklus hidup sekitar 60 hari (Hartley,
1979).
Pada
dasarnya Ulat api menyukai daun kelapa sawit tua. Tetapi jika daun-daun tua telah habis maka ulat juga memakan daun-daun muda. Ulat api sangat aktif pada senja dan malam hari, sedangkan
pada siang hari bersarang
pada pelepah-pelepah daun
tua dengan posisi terbalik (kepala di bawah). Berbeda dengan jenis D. trima, pada di waktu siang hari, sangat suka hinggap di daun-daun yang
sudah kering dengan posisi kepala di bawah dan sepintas seperti ulat kantong.
Kejadian
bertambahnya
populasi hama
ulat api secara
siknifikan tidak tiba-tiba. Ledakan populasi hama ulat api dapat diduga sebelumnya
bila dilaksanakan sistem pengamatan yang baik. Dengan sistem pengamatan yang
benar, setiap perkembangan populasi hama ulat api dapat langsung diketahui sehingga tindakan
pengendalian dapat langsung
dilaksanakan, lebih mudah serta jumlah
serangan belum meluas.
Dengan
melakukan pengamatan secara rutin akan membutuhkan uang lebih besar untuk upah tenaga kerja. Namun jika
dilihat besarnya kerugian yang ditimbulkan yang terjadi serangan hama secara
besar-besaran, maka kegiatan pengamatan rutin penting untuk dilaksanakan.
JENIS- JENIS ULAT API
Disebut
ulat api karena apabila
larva dewasa terkena bagian kulit maka akan menimbulkan rasa panas seperti
terkena api dan bagian kulit tersebut akan menjadi bengkak dan gatal-gatal.
Jenis ulat api yang umum menyerang tanaman
kelapa sawit adalah:
Setora Nitens
Larva
berwarna hijau kekuningan dengan satu jalur berwarna ungu lembayung sepanjang
punggungnya dan menjelang dewasa larva berwarna kuning kemerahan. Larva
menyerang dengan mengikis daging daun hingga tinggal lidi, akibatnya pelepah
menjadi kering.
Thosea Asigna
Larva
berwarna hijau kekuningan dengan jalur abu-abu keputihan melintang sepanjang
punggung dan melebar pada dua tempat. Larva menyerang dengan memakan daging
daun bagian bawah sedangkan epidermis dan bagian atas ditinggalkan.
Darna Trima
Larva
berwarna coklat muda dengan bentuk tubuh makin kecil kebelakang, dibagian sayap
mempunyai garis hitam dan kuning pada bagian tengah. Larva menyerang dengan
memakan daging daun pada bagian bawah dan sering meninggalkan epidermis bagian
atas sehingga daun bekas serangan-nya berlubang-lubang.
SIKLUS HIDUP ULAT API
Siklus
hidup hama ulat
api pemakan daun kelapa
sawit melalui empat fase sebagai berikut :
Telur
Telur
diletakkan di bawah permukaan anak daun ke arah tepi antara 1–50 per kelompok.
Telur berwarna kuning transparan saat diletakkan dan menjadi kuning gelap saat
akan menetas. Telur yang terserang parasit berwarna coklat kehitaman.
Larva
Larva
yang baru menetas biasanya memakan kulit telur dan bergerak lambat. Stadium
larva muda tidak banyak makan daun. Larva instar I–III hanya memakan anak daun
epidermis bawah sehingga muncul adanya strip-strip transparan. Sedangkan larva
dewasa (di atas instar III) akan memakan daun dari arah tepi.
Kepompong
Setelah
ulat api dewasa ia akan berkepompong di tanah-tanah yang gembur, di bawah
tumpukan pelepah yang dipruning atau di pangkal gulma (untuk jenis S. nitens,
S. asigna) dan sebagian kepompong berada di ketiak-ketiak daun (D. trima).
Kepompong
dilindungi oleh kokon berbentuk bulat lonjong berwarna coklat gelap yang
terbuat dari air liur larva.
Kupu-kupu
Kupu-kupu
berwarna coklat dan dilapisi oleh sisik-sisik pada seluruh tubuhnya. Kupu-kupu
yang keluar dari kepompong akan mulai aktif sore sampai malam hari untuk
melakukan peletakan telur di daun.
Untuk
membuat keputusan kegiatan pengendalian, ada beberapa faktor yang dapat digunakan sebagai bahan
pertimbangan yaitu :
a. Populasi rata-rata larva per pelepah
b. Distribusi
c. Tingkat aktivitas musuh alaminya.
Dari
pertimbangan tiga
faktor tersebut diatas,
maka kegiatan pengendalian harus segera dilakukan,
apabila :
1.
Populasi larva rata-rata per pelepah di atas Tingkat Populasi Kritis (TPK);
2.
Distribusinya seragam (menyebar pada setiap titik sensus);
dan
3.
Keberadaan musuh-musuh alami dalam keadaan rendah.
Walaupun populasi rata-rata di bawah TPK,
sedangkan distribusinya merata pada setiap
titik-titik sensus dan keberadaan musuh-musuh alami rendah, kegiatan pengendalian dimungkin
untuk dilakukan.
apabila
penyebarannya hanya terjadi pada
tempat (spot) dan kehadiran musuh alami sangat nyata, diperlukan pemantauan
yang lebih intensif
dan kegiatan pengendalian secara spot.
Untuk
menggetahui populasi penyebaran harus dilakukan penghitungan. Penghitungan untuk mengetahui populasi penyebaran ada 3 cara yaitu sebagai berikut :
a.
Jika
jumlah ulat/larva kurang
dari 50 ekor/pelepah,
penghitungan langsung dilakukan satu pelepah.
b.
jika
jumlah ulat/larva diperkirakan antara 50 – 100 ekor/pelepah, perhitungan hanya
dilakukan pada satu sisi pelepah saja dan hasilnya dikalikan dua.
c.
jika
jumlah ulat/larva diperkirakan lebih dari 100 ekor/pelepah, maka perhitungan hanya pada anak daun saja dengan selang setiap 10 anak daun, dan
hasil rata-rata perhitungannya lalu dikalikan 10
cara pengendalian
Tindakan
pengendalian hama ulat
api pada prinsipnya
dapat dilakukan dengan beberapa cara sebagai berikut :
a. Secara fisik/mekanik (pembongkaran
dan pembakaran tanaman yang terserang, pembersihan kebun dan lain-lain).
b.
Secara biologis. Dengan
musuhnya (Parasit dan Predator)
c.
Secara khemis menggunakan
bahan kimia
Akan
tetapi biasanya pada perkebunan kelapa sawit dapat dilakukan dengan cara:
a. Pengutipan larva
Dalam
melakukan pekerjaan pengutipan larva harus mengikuti persyaratan sebagai
berikut :
a.
Hanya larva sehat yang dikutip dari pelepah daun, larva hasil
pengutipan harus dimatikan.
b.
Semua larva yang menunjukkan gejala tidak sehat, misalnya
terparasit, dimakan predator atau terserang penyakit dibiarkan tidak dikutip.
c.
Supaya pekerjaan pengutipan berjalan cepat, tidak harus semua
pelepah diperiksa, akan tetapi hanya pada pelepah-pelepah daun yang menunjukkan
bekas serangan baru.
d.
Tenaga kerja pengutipan harus dilengkapi dengan galah ringan
yang bagian ujung terdapat pengait. Alat tersebut membantu menarik pelepah daun
yang lebih tinggi.
e.
Diperlukan supervisi yang baik oleh mandor atau Kepala
Afdeling.
Keuntungan
dari cara ini adalah Sangat selektif dan ramah lingkungan,
karena dalam pengutipan hanya ditujukan terhadap larva yang sehat, sedangkan
larva yang terparasit dan berpenyakit ditinggalkan untuk perbanyakan secara
alami.
Ada
banyak kekurangan dari cara pengendalian ini, antara
lain:
a.
Pekerjaan lambat dan membutuhkan tenaga kerja yang banyak
b.
Tidak sesuai untuk tingkat populasi yang tinggi dan areal
terserang luas
c.
Tidak efektif untuk larva yang berukuran kecil atau larva
yang masih muda. Seperti Metisa plana, Pteroma pendula dan Darna trima
d.
Tidak sesuai untuk tanaman yang sudah tua/tinggi (umur lima
tahun ke atas).
b. Penyemprotan Insektisida Selektif
Isektisida selektif adalah semua jenis
insektisida yang bersifat mematikan terhadap hama sasaran (ulat api/ulat
kantong), akan tetapi relatif aman terhadap populasi musuh alami,
serangga-serangga penyerbuk Bacillus
thuringiensis (B.T) :
1.
Dipel,
2.
Thuricide,
3.
Bactospiene,
4.
Delfin WDG,
5.
Condor,
6.
Foil dan
7.
Florbac
Insektisida Pengatur Tumbuh (IPT) yaitu
Atabron dan Alsystin.
Keuntungan dari cara ini adalah:
a.
Efektif terhadap ulat api instar muda ( I – IV)
b.
Aman terhadap musuh alami
c.
Aman terhadap operator
Kekurangan dari car ini adalah:
a.
Kurang efektif terhadap ulat api dewasa (instar V keatas)
b.
Karena merupakan racun perut, penyemprotan harus merata
keseluruh pelepah
c.
Bekerja lambat
d.
Stok lama umumnya kurang efektif.
Cara kerja
Bahan aktif Bacillus thuringiensis
merupakan kristal protein dari bakteri dan akan menjadi efektif bekerja apabila
dimakan oleh larva. Kristal protein mengalami perpecahan menjadi unit-unit yang
bersifat racun, hal tersebut hanya terjadi di dalam perut larva. Kristal-kristal
protein di dalam perut kemudian mengalami hidrolisis oleh adanya reaksi kimia
tertentu.
Aktivitas protein akan menyebabkan luka
pada dinding perut sehingga terjadi pendarahan. Darah dari larva dikenal
sebagai media yang baik bagi pertumbuhan bakteri sehingga spora bakteri mulai
membelah diri secara cepat. Pada umumnya larva akan berhenti makan setelah 30
menit.
Gejala Larva Terinfeksi
Gejala yang dapat dilihat dari luar
adalah perubahan perilaku larva, warna dan morfologi. Larva yang sakit akan
segera berhenti makan, meninggalkan daerah tempat makan ke daerah permukaan
daun yang terbuka. Sebelum mati biasanya larva menjadi lamban dan berwarna
pucat, muntah dan mencret. Bangkai larva yang besar menjadi lunglai, tetapi
tidak mencair sebagaimana halnya bila terinfeksi virus.
Efektifitas Bacillus thuringiensis
Insektisida biologi Bacillus
thuringiensis hanya efektif terhadap larva-larva dari ordo Lepidoptera dan
tidak mematikan terhadap stadium dewasa dari parasit/predator. Untuk
mendapatkan efektifitas Bacillus thuringiensis yang optimal, faktor-faktor
kritis di bawah ini harus diperhatikan :
a. Ketepatan waktu
Waktu yang tepat untuk aplikasi Bacillus
thuringiensis adalah : saat menjelang menetasnya telur atau pada saat larva
masih muda sampai instar IV.
b. Cakupan semprotan
Agar larva dapat memperoleh kristal
protein Bacillus thuringiensis yang mencukupi, maka penyemprotan pada kanopi
tanaman harus merata.
c. Penyimpanan
Insektisida Bacillus thuringiensis
merupakan insektisida biologi, maka dalam penyimpanan harus dihindarkan dari
ruangan yang bersuhu ekstrim, misalnya suhu terlalu tinggi, karena keadaan
tersebut akan menurunkan efektifitasnya.
d. Penyemprotan dan Peralatan
Insektisida Bacillus thuringiensis dapat
diaplikasikan baik dalam volume semprot tinggi, rendah atau ultra rendah. Dalam
penyemprotan juga dapat dicampur dengan fungisida atau pupuk daun atau
surfaktan yang tidak bersifat basa, karena pH yang tinggi dapat menurunkan
efektifitasnya.
INSEKTISIDA KONTAK
Penggunaan insektisida kontak harus
lebih berhati-hati, karena mempunyai spektrum lebar, dapat membunuh musuh-musuh
alami hama seperti : predator, parasit, serangga penyerbuk dll.
Penggunaan insektisida kontak harus
memenuhi syarat sebagai berikut :
a.
Populasi larva rata-rata per pelepah sangat tinggi
b.
Instar larva dalam keadaan “Overlapping”
c.
Serangan meliputi areal yang luas
d.
Larva diatas instar IV
Keuntungan dari cara ini adalah:
a.
Daya bunuh cepat dengan persentase kematian tinggi
b.
Biaya bahan kimia per Ha relatif murah
c.
Cakupan semprotan cepat, misal : dengan alat fogger
d.
Sesuai untuk populasi yang tinggi dan “overlapping”
Kekurangan dari cara ini adalah:
a.
Spektrum lebar (non selektif), sehingga mematikan musuh-musuh
alami, seperti parasit, predator dan serangga penyerbuk
b.
Berbahaya bagi operator
D. Dengan Musuh Alami
Bunga ini memiliki daun berwarna hijau
yang panjang daunnya 2-7 cm dan lebar 1-4 cm. Tanaman ini diklasifikasikan
berdaun tunggal. Tinggi tanaman ini sekitar 60-90 cm dengan bentuk daun tanaman
elips dengan ujung meruncing dan tepi daun bergerigi kasar. Tulang daun
menyirip dan mempunyai kelenjar kuncup. Bunga pukul delapan memiliki Mahkota
bunga berbentuk bulat telur sungsang, bagian pangkal bunga berwarna coklat dan
diatsnya berwarna kuning muda.
Bunga ini mekar hanya beberapa jam saja,
mekarnya dari sekitar jam 8 pagi sampai sekitar jam 12 siang. Bunga tanaman ini
ada yang memiliki
warna kuning.
ALAT APLIKASI INSEKTISIDA
Ada beberapa alat aplikasi insektisida
selektif maupun kontak yang umumnya digunakan dilapangan yaitu :
Engine Power Sprayer (EPS)
Alat semprot EPS merupakan alat
penyemprotan insektisida dengan volume semprot sangat tinggi, yaitu : dapat
mencapai lebih 600 lt/Ha. Dengan kemampuan kerja alat/hari adalah
3 – 5 Ha.
Keuntungan:
a.
Sesuai untuk insektisida kontak
b.
Sesuai untuk tanaman menghasilkan yang berumur kurang dari 5
tahun
c.
Sesuai untuk areal rata.
Kekurangan:
a.
Diperlukan banyak tenaga kerja, min . 7 Hk/alat
b.
Tidak sesuai untuk areal bergelombang
c.
Kurang efektif untuk insektisida Bacillus thuringiensis
d.
Diperlukan air yang banyak
Pneumatic Knapsack Sprayer
Sebagai contoh alat semprot type ini
adalah Solo, RB 15, CP 15, Berthoud dll. Volume alat semprot jenis ini dapat
mencapai 12.5 – 18 lt. Volume semprot/Ha dengan alat ini adalah 400 – 600 lt.
Keuntungan:
a.
Cocok untuk tanaman berumur kurang dari 3 tahun
b.
Sesuai untuk penyemprotan sporadic
c.
Alat bekerja sangat sederhana, sehingga tidak diperlukan
tenaga kerja yang berpengalaman untuk mengoperasikannya
Kekurangan:
a.
Bekerja lambat
b.
Diperlukan air yang banyak
c.
Tidak cocok untuk tanaman menghasilkan
Mist Blower (Pengabutan)
Volume semprot alat ini dapat mencapai
150 – 300 ltr/Ha, tergantung dari umur tanaman
Keuntungan:
a.
Cocok untuk tanaman berumur 4 tahun kebawah
b.
Kemampuan kerja 1.5 – 2.0 ha/hari
c.
Sesuai untuk insektisida Bacillus thuringiensis , IPT dan
kontak
Kekurangan:
a.
Berbahaya terhadap pekerja/operator (insektisida kontak)
sehingga diperlukan alat pengaman yang cukup
b.
Tidak sesuai untuk areal yang berbukit.
Fogger/Pengasapan
Jenis alat fogger meliputi
–
Swingfog
–
Pulsfog (K 10 sp, K 22 Standard, K 22 – O, K 22 – Bio)
Prinsip kerja alat ini adalah mengubah
campuran air, solar dan insektisida kedalam bentuk asap.
Keuntungan:
a.
Cakupan luas ± 10 – 15 ha/hari kerja
b.
Sangat efektif untuk insektisida kontak
c.
Biaya/ha murah
Kekurangan:
a.
Hanya dapat diaplikasikan pada malam hari/dini hari
b.
Diperlukan tenaga kerja yang terlatih
c.
Tidak sesuai untuk areal yang bergelombang
d.
Tidak sesuai untuk tanaman berumur dibawah 7 tahun