Penyakit Tajuk Tanaman Kelapa Sawit Yang Sering Menyerang
Penyakit tajuk tanaman pada kelapa sawit ini sangat rawan. Terutaman pada lahan gambut yang digunakan untuk budidaya tanaman kelapa sawit. Sedangkan suatu tanaman untuk berfotosintesis adalah daun tanaman yang berada di tajuk. apabila tajuk tanaman memiliki penyakit maka proses fotosintesis mengalami gangguan yang sangat berarti.
Hal ini menyebankan energi (makanan) yang di peroleh oleh tanaman menjadi tidak terpenuhi. oleh sebab itu kita harus menjaga agar tanaman kelapasawit tidak terserang penyakit. hal ini bertujuan untuk menjaga produksi tanaman kelapa sawit tetap terjaga. Adapun penyakit yang sering menyerang tajuk tanaman kelapa sawit adalah Penyakit Crown Deseanse.
Hal ini menyebankan energi (makanan) yang di peroleh oleh tanaman menjadi tidak terpenuhi. oleh sebab itu kita harus menjaga agar tanaman kelapasawit tidak terserang penyakit. hal ini bertujuan untuk menjaga produksi tanaman kelapa sawit tetap terjaga. Adapun penyakit yang sering menyerang tajuk tanaman kelapa sawit adalah Penyakit Crown Deseanse.
mari kita bahas tenatang penyakti Crown Deseanse mulai dari gejala sampai dengan cara pengendaliannya.
1. PENYAKIT TAJUK (CROWN DESEASE)
Penyakit tajuk disebur juga penyakit mahkota, (crown desease) sering dijumpai di
kebun pada tanaman yang belum menghasilkan. Penyakit ini merupakan penyakit
yang paling mencolok di perkebunan kelapa sawit. Pada umumnya penyakit hanya
terdapat di kebun TM tanaman yang belum menghasilkan atau tanaman yang umurnya kurang dari 3 tahuh. Akan tetapi
penyakit sembuh dengan sendirinya, dan tanaman setelah sakit berkembang secara
wajar seperti tanaman pada umumnya. Walaupun bisa tumbuh sembuh tanaman agak
terlambat pertumbuhannya jika dibandingkan dengan tanaman yang tidak mengalami
gangguan.
Penyakit tajuk banyak ditemukan terutama di Negara Indonesia dan
Malaysia, yang bahan tanamannya adalah keturunan Deli. Di Sumatera Utara
terdapat kebun-kebun muda kurang lebih 10 % dari tanaman yang mempunyai gejala
penyakit tajuk tersebut.
a. Gejala disebabkan oleh kelebihan nitrogen.
Tanaman muda yang terserang penyakit mempunyai banyak daun yang
membengkok atau patah ke bawah di tengah pelepahnya. Pada bagian yang bengkok
tidak terdapat anak daun atau anak daunnya kecil, atau robek-robek. Gejala dari
penyakit ini mulai tampak pada janur. Tanda
dari grjala penyakit ini yaitu anak-anak daun yang masih terlipat itu tampak
busuk pada sudut atau tengahnya.
Saat tananaman terserang, tanaman akan terhambat pertumbuhannya
tetapi kelak akan sembuh dengan sendirinya. Meskipun demikian ada kemungkinan
tanaman yang sembuh tadi akana terserang penyakti kembali.
b. Penyebab
Penyakit
penelitian Penyakit ini sudah mulai sejak 70 tahun yang lalu
(Heusser, 1927), namun sampai sekarang penyebabnya belum diketahui secara pasti.
Dari jaringan yang busuk dapat diisolasi oleh bermacam-macam jamur, khususnya
Fusarium oxysporum Schl. dan F. solani (Mart.) Sacc. (Turner, 1973), namun
jamur-jamur ini jika diberikan pada tanaman sehat tidak bisa menimbulkan
penyakit pada tanaman. Selain itu juga diketahui bahwa penyakit tajuk tidak
menular ke tanaman yang lainnya.
Dugaan sementara yang diperoleh dari hasil kesimpulan diatas
disebabkan oleh kelebihan nitrogen. Ada juga yang menduga bahwa gejala ini
disebabkan oleh kekurangan unsur hara magnesium. Namun pendapat-pendapat
tersebut tidak dapat dibuktikan secara ilmiah.
c. Faktor-faktor yang
mempengaruhi penyakit
Menurut Donkersloot (1955), de Berchoux dan Gascon (1963)
disimpulkan bahwa kerentanan terhadap penyakit tajuk diturunkan oleh bibit asal
Deli. Meskipun bahan tanaman yang berasal Afrika tidak menutup kemungkinan
terserang penyakit ini. Kerentanan terhadap serangan penyakit ini ditentukan
oleh satu gen resesif. Meskipun demikian masalahnya menjadi sulit karena adanya
gen inhibitor yang menolak usaha untuk mengetahui adanya gen rentan pada
sesuatu keturunan (Blaak, 1970).
d. Pengelolaan
Penyakit
Sampai ssaat ini tidak ada anjuran penanganan penyakit ini yang
dapat diberikan dengan tepat. Pada umumnya pekebun cenderung membiarkan tanaman
yang terserang penyakit ini, karena tanaman akan sembuh dengan sendirinya.
Dengan demikian mereka terpaksa menerima kerugian yang terjadi pada
perkebunnnya karena tanaman terhambatnya pertumbuhannya karena penyakit ini.
ada yang berpendapat bahwa untuk mengurangi penyakit tajuk,
bahan tanaman asal Deli tidak dipakai. Dengan memakai pendapat ini akan
menyebabkan musnahnya sifat-sifat baik dari bahan tanaman asal Deli, dan juga
akan terjadi kekurangan bahan bibit tanaman yang cukup serius, karena semua
bahan bibit tanaman yang dibudidayakan disini mempunyai gen Deli. Dengan
demikian bisa mengakibatkan terjadi kerugian yang lebih besar daripada kerugian
yang terjadi karena penyakit taju.
Adanya jamur di bagian yang membusuk pada tanaman yang terluka,
ada yang berusahan untuk mengobati dengan memakai fungisida. Namun karena masih
diragukan jenis jamur yang menyebabkan penyakit, perawatan dengan fungisida
memberikan hasil yang tidak menentu. Bagian yang terbuka disemprot dengan
fungisida sampai benar-benar basah. Hanya daun yang belum membuka yang dibuang.
Daun-daun yang terluka yang lebih tua tidak perlu dipotong, karena perkembangan
jamur akan terhenti jika daun membuka. Bahkan pemotongan ini akan menyebabkan
tanaman muda yang terserang penyakit kehilangan banyak jaringan yang dapat
mengadakan asimilasi yang sangat diperlukan. Jenis fungisida yang digunakan
untuk ini adalah tiabendazol, tiram atau benomil (Turner, 1973).
Semangun, H. 2000. Penyakit-Penyakit Tanaman Perkebunan di
Indonesia. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Cet-4 (revisi) Februari
2000.