Membuat Kompos dari Gulma Hasil Pengendalian Secara Mekanis/Fisik
Gulma hasil pengendalian secara
mekanis/fisik yang telah terkumpul sebelum dibuat kompos perlu dipisahkan
terlebih dahulu menurut kriteia bahannya. Kriteria bahan tersebut dapat
dibedakan menjadi bahan yang mudah lapuk, susah lapuk, dan tidak dapat lapuk.
Kriteria bahan-bahan tersebut ditentukan oleh beberapa hal yaitu :
Kriteria bahan-bahan tersebut ditentukan oleh beberapa hal yaitu :
a. Ukuran bahannya
Ukuran bahan kompos
yang semakin halus atau kecil akan semakin mempercepat proses dekomposisi bahan
kompos tersebut. Sebaliknya semakin besar ukuran bahannya maka akan semakin
sulit atau lambat dalam proses dekomposisi bahan komposnya. Hal dengan ukuran
bahan yang kecil akan meningkatkan permukaan spesifik bahan kompos dan
menghasilkan ukuran partikel yang lebih seragam serta membuat bahan lebih
homogen pada saat dilakukan pencampuran.
b. Kandungan air bahan
Kandungan air bahan
untuk pmbuatan kompos bervariasi antara 30-74 %, tetapi kandungan air bahan
kompos yang optimum antara 50-60 %. Kandungan air bahan kompos dari gulma yang
semakin tinggi atau terlalu rendah akan membuat terjadinya pemadatan bahan atau
proses dekomposisi akan terhenti sama sekali. Hal ini disebabkan denga
kandungan air yang terlalu tinggi ruang pori
dari bahan akan diisi oleh air dan terjadi kekurangan O2 pada ruang pori bahan yang terisi
air. Akibatnya proses dekomposisi berlangsung anaerob yang ditandai dengan yang
bahan berbau busuk dan dekomposisi lambat.
c. Nisbah C/N
Nisbah Karbon dan
Nitrogen (nisbah C/N) sangat penting untuk memasok hara yang diperlukan
mikroorganisme selama proses pengomposan berlangsung. Nisbah C/N yang
memudahkan bahan dikomposkan adalah antara 20 : 1 sampai 30 : 1. Apabila
ketersediaan Karbon terbatas atau nisbah C/N bahan terlalu rendah tidak cukup
senyawa sebagai sumber energi yang dapat dimanfaatkan untuk dekomposisi bahan.
Sebaliknya ketersediaan Karbon berlebihan atau nisbah C/N bahan terlalu tinggi
maka pertumbuhan mikroorganismenya terbatas karena kekurangan Nitrogen sehingga
proses dekomposisi terhambat.
Tabel Nisbah C/N Bahan Dasar Kompos
Limbah Kaya Nitrogen
|
Nisbah C/N
|
Limbah Kaya Nitrogen
|
Nisbah C/N
|
Limbah cair
|
2-3
|
Daun jeruk, oak
|
40-60
|
Kotoran ayam
|
10
|
Buah
|
35
|
Kotoran babi dan
jelami
|
13-18
|
Jerami
gandum/legum
|
40-50
|
Rumput
|
12
|
Jerami oat
|
60
|
Limbah sayuran
|
13
|
Jerami rye/gandum
|
100
|
Limbah dapur
|
23
|
Kulit kayu
|
100-130
|
Kentang
|
25
|
Tebasan semak
|
100-150
|
Kotoran kuda
|
25
|
Abu gergaji (kayu)
|
100-500
|
Bulu unggas,
rambut, wol
|
30
|
Kertas/hardboard
|
200-500
|
Sumber : Sutanto, (2002).
Sedangkan pengomposan merupakan proses biologi oleh
mikroorganisme secara terpisah atau bersama-sama dalam menguraikan bahan
organik menjadi bahan semacam humus. Bahan yang terbentuk tersebut mempunyai
berat volume yang lebih rendah daripada bahan dasarnya, bersifat stabil,
kecepatan proses dekomposisi lambat dan sumber pupuk organik. Proses
pengomposan secara alami di lahan pertanian sebenarnya dapat terjadi tetapi
membutukan waktu yang lama sekitar 3-12 bulan atau bahkan lebih. Sementara
pengomposan dengan campur tangan manusia akan lebih singkat karena adanya
perlakuan tertentu yang dapat mempercepat proses dekomposisi atau penguraian.
Prinsip pembuatan kompos adalah dengan menumpuk berbagai
bahan organik dalam susunan sedemikian rupa sehingga terjadi proses penguraian
atau dekomposisi oleh mikroba pengurai. Kecepatan penguraian atau dekomposisi
bahan kompos dipengaruhi oleh beberapa faktor lingkungan antara lain :
a. Kelembaban
Kelembaban selama proses pengomposan
dipertahankan dalam kondisi cukup lembab dengan ciri bila bahan dipegang terasa
seperti cucian baju yang baru diperas (kondisinya basah, tetapi tidak keluar
air walaupun diperas). Kelembaban yang terlalu rendah akan menghentikan proses
dekomposisi bahan oleh mikroorgaisme pengurai dan jika terlalu tinggi akan
mengakibatkan pemadatan bahan serta terjadinya dekomposisi secara (anaerob
tanpa Oksigen). Hal ini karena ruang pori
bahan terisi air dan terjadi kekurangan Oksigen sehingga timbul bau busuk pada
bahan dan proses dekomposisi menjadi lambat.
b. Sirkulasi udara
Sirkulasi udara mempengaruhi pasokan Oksigen
untuk mikrooganisme pengurai (terutama bakteri dan fungi/jamur) dalam proses
dekomposisi. Sirkulasi udara tersebut biasanya dipengaruhi berat bahan,
frekuensi pembalikan bahan, dan ketinggian timbunan bahan yang diatur
sedemikian rupa agar proses dekomposisi dapat berlangsung lebih cepat.
c. Suhu
Suhu optimum untuk menujang
proses dekomposisi dan pertumbuhan mikroorganisme pengurai berkisar antara 60o-70o.
Suhu timbunan bahan dapat diatur dengan pembalikan bahan terlalu periodik
karena apabila suhu bahan terlalu tinggi akan mematikan mikroorganisme pengurai
sehingga proses dekomposisi terhenti. Sedangkan suhu yang terlalu rendah kurang
optimum untuk pertumbuhan mikroorganisme pengurai sehingga proses dekomposisi
menjadi lambat.
Teknik membuat kompos berdasarkan cara pengomposannya
secara umum dibedakan menjadi 2 cara yaitu :
· Pengomposan tanpa penambahan
mikroorganisme pengurai
Teknik membuat kompos dengan cara ini pada
dasarnya hanya menumpukkan bahan-bahan organik dan membalik-balikkannya secara
periodik. Pembalikan secara periodik ini bertujuan untuk mempercepat proses
peguraian atau dekomposisi oleh mikroorganisme pengurai. Waktu yang dibutuhkan
sampai terbentuknya kompos dengan cara tanpa penambahan mikroorganisme pengurai
tersebut cukup lama, yaitu antara 2-6 bulan.
·
Pengomposan tanpa penambahan
mikroorganisme pengurai
Teknik membuat kompos dengan cara ini pada
dasarnya sama dengan cara pertama juga perlu pembalikan secara periodik tetapi
ada penambahan mikroorgnisme pengurai. Adanya penambahan mikroorganisme
pengurai terutama EM4 (Effective Micorganism) ini dapat
mempersingkat waktu pembentukan kompos, yaitu hanya 1 bulan. Selain itu kompos
yang dihasilkanpun masih mengandung mikroorganisme pengurai sehingga menambah
kesuburan tanah dan jumlah pemberiannya ke tanaman juga tidak sebanyak kompos
dengan cara pertama.